BANDARLAMPUNG – Melihat fenomena efek bermedia sosial dan kekhawatiran akan maraknya ujaran kebencian dan permusuhan melalui media sosial, Majelis Ulama Indonesia menerbitkan Fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial.
Fatwa yang ditanda tangani pada 13 Mei 2017 oleh Ketua dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat ini berupaya mencegah penyebaran konten media sosial yang berisi berita bohong dan mengarah pada upaya adu domba di tengah masyarakat.
Terbitnya Fatwa MUI ini disambut baik oleh Ketua MUI Provinsi Lampung KH. Khairuddin Tahmid. Fatwa ini menurutnya sangat edukatif dan bermanfaat bagi masyarakat sebagai rambu-rambu dalam melakukan aktifitas di Media Sosial. Ia menambahkan bahwa efek negatif dari bermedia sosial harus terus ditekan dengan berbagai langkah sehingga kesadaran bermedsos dengan sehat akan muncul dari setiap diri netizen.
“Setiap individu harus sadar bahwa hakikat bermedsos adalah berinteraksi dengan orang lain secara virtual maka norma-normanya juga sama seperti interaksi dengan orang lain didunia nyata,” katanya Selasa (6/6/17) dikediamannya di Bandarlampung.
Dalam fatwa tersebut MUI menegaskan beberapa hal yang diharamkan bagi umat Islam dalam penggunaan media sosial yang diantaranya adalah setiap Muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan melakukan gibah yaitu membicarakan keburukan atau aib orang lain, fitnah, namimah atau adu domba, dan penyebaran permusuhan.
Selain itu aksi bullying, ujaran kebencian serta permusuhan atas dasar suku, agama, ras atau antargolongan juga diharamkan. Ummat Islam juga diharamkan menyebarkan hoaks serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, semisal informasi tentang kematian orang yang masih hidup.
Materi-materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i juga haram untuk disebarkan. Haram pula menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.
Selain itu MUI juga melarang aktifitas memproduksi, menyebarkan dan gampang diaksesnya konten maupun informasi yang tidak benar kepada masyarakat.
Sementara kegiatan buzzer di media sosial yang merupakan istilah bagi orang yang menyediakan informasi berisi hoaks, gibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi juga diharamkan.
Pentingnya poin-poin yang menjadi ketetapan tersebut menjadi perhatian tersendiri bagi MUI Lampung untuk ikut serta mensosialisasikannya. “MUI Lampung akan ikut mensosialisasikan isi fatwa tersebut, agar dapat diketahui publik dan dapat menjadi pedoman bagi masyarakat muslim,” pungkasnya. (Muhammad Faizin)