Bandar lampung. Saat mengisi Pengajian Kebangsaan bertema Islam moderat-Islam Nusantara dengan fokus bahasan masa depan Indonesia dan isu tantangan kekinian Kamis malam, 8 November 2018 di Masjid Agung Al Furqon Lungsir Bandar Lampung. Prof.DR. Nadirsyah Hosen yang biasa disapa Gus Nadir menampik anggapan sementara orang tentang Islam Nusantara sebagai agama baru ataupun madzhab tertentu yang bertentantangan dengan syariat Islam.
“Dinamika Islam yang terjadi di Indonesia selalu menjadi sorotan dunia pada umumnya, apalagi menghadapi musim pilpres yang sensitif membawa agama pada isu politik. Termasuk Islam Nusantara yang sebenarnya merupakan ekspresi keberagamaan saja. Aqidah ya sama seperti muslim di arab atau dibelahan bumi lainya.” Kata Alumni pesantren Buntet Cirebon yang sudah 21 tahun tinggal di Australia.
Indonesia menjadi objek menarik para peneliti dunia Islam disamping secara statistik sebagai Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia juga mempunyai karakteristik keislaman yang khas dan berbeda dengan negeri arab sebagai muasal agama Islam.
“Melihat islam nusantara ya lihatlah kyai pesantren dalam melayani masyarakat. Indonesia beda dengan arab, bukan berarti anti arab.
” Tegasnya.
Menurutnya ekspresi keberislaman dalam sejarahnya tidak pernah tampil dalam wajah yang tunggal. Sebab setelah islam berkembang hingga ke luar Arab, islam mengalami proses akulturasi sesuai dengan budaya lokal.
“di Arab pake sorban dan jubah, di sini ada yang pake peci atau blangkon, bersarung terus sholat. Asal menurut kaidah fiqh memenuhi syarat, sholatnya sama-sama sah.” Tandasnya.
Karena itu, Rois Syuriah Pengurus Cabang Istimewa (PCI)NU Australia-New Zealand ini mengajak hadirin dalam menyikapi perbedaan ekspresi keagamaan untuk mengedepankan sikap tasamuh seperti yang di contohkan para ulama. Sehingga dengan berpedoman pada manhaj ulama nilai-nilai islam akan selalu relevan dalam menjawab tantangan zaman.
“Karena itu, ada cerita santri indonesia yang belajar di mesir, di sana kemana-kemana pakai sarung. Kalau di Indonesia itu biasa, tapi di mesir, dikira habis jima’.”Pungkasnya disambut tawa hadirin.
Baca juga:Pentingnya Pemahaman Agama secara Kontekstual
Hal senada juga disampaikan ketua PWNU Lampung, Prof .Mukri dalam sambutanya ia berpesan untuk meningkatkan wawasan keagamaan dengan akhlakul karimah.
“orang yang wawasanya luas akan toleran. Sebaliknya yang sempit wawasanya, mudah uring-uringan dan baperan.”Tegasnya.
Acara yang dimoderatori DR. Alamsyah ini berlangsung dialogis dan cukup meriah dengan banyaknya hadirin yang memenuhi ruangan masjid.
Antusisme pengunjung juga terlihat dengan ludesnya penjualan buku karya Gus Nadir berjudul, Islam Yes, Khilafah No jilid 2, sehingga banyak hadirin gigit jari karena terbatasnya Buku yang disediakan panitia.(JunaSr)