Tegal, NU Online
Ulama se-Jawa Tengah sepakat menolak kebijakan 5 hari sekolah. Mereka menandatangani deklarasi pencabutan Permendikbud Nomor 23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah dalam acara Halaqah Alim Ulama se-Jawa Tengah di Kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Tegal, Senin (31/7).
Dalam naskah deklarasi yang ditandatangani pada 31 Juli 2017 itu, ada lima poin sikap ulama se-Jawa Tengah. Mereka menolak dengan keras kebijakan lima hari sekolah (LHS). Mereka menuntut Mendikbud Muhadjir Effendi untuk membatalkan dan mencabut Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang LHS yang menimbulkan keresahan sosial.
Mereka meminta Mendikbud untuk mendengarkan aspirasi masyarakat. Para kiai ini juga mendesak Mendikbud tidak memberlakukan kebijakan LHS. Mereka menyarankan Mendikbud lebih berkonsentrasi menyelesaikan masalah-masalah pendidikan nasional yang krusial, yaitu merumuskan kurikulum anti-radikalisme, anti-korupsi, profesionalitas guru, dan masalah lainnya.
Hadir sebagai deklarator Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH Ubaidullah Shodaqoh (Mbah Bed), Koordinator Koalisi Masyarakat Peduli Pendidikan (KMPP) Jawa Tengah Hudallah Ridwan, Bupati Kabupaten Tegal Enthus Susmono, Ketua PCNU dan Rais Syuriyah PCNU Tegal, dan ratusan alim ulama dari berbagai kabupaten dan kota di Jawa Tengah.
Mbah Bed menyampaikan bahwa dengan diberlakukannya Permendikbud LHS ada banyak madrasah diniyah (madin) di Jawa Tengah yang kekurangan murid, bahkan hampir gulung tikar. Pasalnya, dengan sekolah 8 jam sehari, anak-anak tidak bisa mengikuti pendidikan agama di madin.
“Jika madrasah diniyah sudah tidak memiliki murid, ini berarti akan banyak anak-anak yang tidak bisa membaca Al-Quran, tidak tahu tatacara bersuci, beribadah, dan ajaran-ajaran Islam lainnya. Karena selama ini kita tahu dan merasakan bersama, bahwa masyarakat tahu tentang semua itu dari madrasah diniyah,” tuturnya.
Mbah Bed menjelaskan bahwa sikapnya dalam menolak kebijakan LHS semata-mata karena memperjuangkan nasib dan eksistensi madrasah diniyah. Jika madrasah diniyah gulung tikar maka masyarakat tidak akan tahu lagi ajaran-ajaran Islam yang sudah sekian lama diajarkan para ulama.
“Saya sendiri tahu tentang wudlu, shalat, membaca kitab, dan yang lainnya dari guru-guru saya di madin. Karena itu, demi guru-guruku di madin, saya dengan tegas menolak sekolah lima hari sekolah,” jelasnya.
Bupati Tegal Enthus Susmono mengatakan bahwa sejak ada wacana kebijakan lima hari sekolah, ia menjadi bupati pertama yang dengan tegas menolaknya. “Saya bupati pertama yang menolak full day school. Saya tidak setuju dengan kebijakan itu, apapun risikonya siap,” tegasnya.
Di Kabupaten Tegal sendiri, Enthus telah menginstruksikan kepala dinas pendidikan untuk tetap mengadakan sekolah selama 6 hari supaya tidak mematikan madrasah diniyah, taman pendidikan Al-Quran (TPQ), dan pondok pesantren.
“Saya sudah menyampaikan ke semuanya, saya menolak lima hari sekolah. Kepala dinas (pendidikan) itu berada di bawah bupati. Jadi, kalau bupatinya menolak, kepala dinas harus mengikuti,” tukasnya. (Red Alhafiz K)