BANDARLAMPUNG – Rangkaian acara Festival Lampung Syariah (Flash) 2017, Kamis (11/5/2017) mengagendakan diskusi interaktif dengan narasumber Umi Waheeda, Pengasuh Pondok Pesantren Al Ashriyyah Parung Bogor Jawa Barat.
Dalam presentasinya Waheeda mengajak para pengasuh pesantren di Lampung untuk terus mengembangkan pesantren dibarengi dengan menanamkan nilai-nilai kewirausahaan dan kemandirian.
“Awal saya mengembangkan pesantren, kondisi saat itu kita menanggung hutang beras untuk makan santri sehari-hari sekitar Rp1 milyar,” ungkapnya.
Beban pesantren yang besar ini lanjutnya, dikarenakan hampir semua kebutuhan lima belas ribu santri yang mondok mulai dari biaya hidup, dan pendidikan ditanggung sepenuhnya oleh Pesantren.
Lembaga Pendidikan Yayasan Al Ashriyyah Nurul Iman Islamic Boarding School diceritakannya, didirikan oleh mendiang suaminya Habib Saggaf bin Mahdi bin Syekh Abi Bakar bin Salim yang wafat 7 tahun silam. Nurul Iman merupakan pesantren yang berciri Sunni Assyafii yang mengkombinasi pendidikan agama, umum, dan mengutamakan pendidikan enterpreneurship santri.
“Mereka tidak saja dapat ilmu agama tapi dari PAUD sampai kuliah kita gratiskan. Tidak kurang 31 unit usaha dari berbagai macam bidang di antaranya pabrik roti, air dalam kemasan, tahu, tempe, susu kedelai, pupuk organik, percetakan, studio, daur ulang sampah, perikanan, dan pertanian semua kita kelola secara profesional dan profitnya untuk biaya pendidikan seluruh santri,” ungkap single parent yang lahir dan besar di Singapura itu.
Selain itu Wanita lulusan Cambridge of University ini juga mendorong agar pesantren mampu mengelola sendiri potensi dan sumber daya yang ada dengan mengutamakan produk pesantren untuk dipakai sendiri. Ia juga berharap agar Indonesia yang kaya akan sumber daya alam ini di masa depan dapat menjadi negara produsen bukan konsumen.
“Jangan malas, santri harus mau bekerja yang produktif. Supaya mandiri secara ekonomi biar pesantrennya jalan. Indonesia ini lebih kaya dari Singapura, di Indonesia semua ada. Minum air tinggal minum, sementara orang Singapura minum, dari air sulingan limbah. Sayuran tinggal petik buat lalapan, di Singapura satu tangkai sayur one dollar,” tegasnya.
Oleh karenanya, ia mengajak pada peserta yang hadir untuk membangun dan mengembangkan jiwa kewirausahaan dimulai dari pesantren, dengan harapan pesantren tidak saja sebagai benteng moral, namun sekaligus pioner kemandirian ekonomi bangsa.
Acara yang berlangsung di Mall Bumi Kedaton Bandar Lampung ini diikuti tidak kurang dari 165 orang peserta dari 35 pesantren yang ada di Lampung. Acara yang disupport langsung oleh Bank Indonesia (BI) ini bertujuan untuk pengembangan ekonomi berbasis syariah.
Dan dalam perhelatan ini juga digelar pameran produk kewirausahaan dari beberapa pesantren, dan produk UMKM seperti jajanan khas daerah, serta beberapa produk pembiayaan dan financial berbasis syariah. (fat/ind)