JAKARTA – Rabu (7/6), pengurus PP Muslimat NU dan 10 perwakilan Pimpinan Wilayah (PW) — DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jateng, Jatim, Lampung, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan dan NTB — menggelar konsolidasi secara maraton terkait internal organisasi dan persoalan keumatan.
dikutip dari mnu online,Usai seharian menggelar Training of Trainer (ToT) dengan Paytren untuk kerjasama aplikasi pembiayaan non tunai “MNU Pay” yang berakhir saat buka puasa, acara dilanjut dengan diskusi bersama NU Care Lazisnu (Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah Nahdlatul Ulama) hingga pukul 21.45 WIB.
Diskusi berlangsung santai tapi serius di ruang tamu kediaman Ketua Umum PP Muslimat NU, Dra Nyai Hj Khofifah Indar Parawansa MSi. Lazisnu dihadiri pengurus inti yakni H Syamsul Huda (ketua), H Abdullah Masud (bendahara), H Akhyad Alifidai (sekretaris) dan Anik Rifqoh (koordinator CSR).
Dalam kesempatan tersebut, pihak Lazisnu mengajak Muslimat NU untuk mengumpulkan dan mengelola zakat, infak maupun sedekah mengingat potensi yang belum tergarap di lingkup NU masih sangat besar.
Syamsul bahkan mempersilakan Muslimat NU untuk mengelola, mengatur serta menyalurkan sendiri dan cukup memberikan laporan ke Laziznu karena secara legal yang berhak menarik zakat yakni Lazisnu.
“Tidak ada intervensi dari kami, kecuali kalau ada laporan yang tidak beres dan kami selalu diaudit akuntan publik karena kami adalah lembaga independen, bahkan PBNU pun tidak diperbolehkan mengintervensi,” katanya.
Mantan wartawan ini menuturkan, sampai hari ini masih banyak Nahdliyin yang belum menyalurkan zakatnya ke lembaga NU karena memang kurang penyapaan. Padahal kalau melihat potret orang miskin, contoh paling nyata yakni buruh migran Indonesia yang di situ mayoritas warga Fatayat dan Muslimat NU.
“Makanya mulai hari ini kami memulai program ‘One Day One Dollar’ di Hongkong. Sebab kalau melihat orang miskin itu ya buruh migran Indonesia,” katanya.
Syamsul melihat para buruh migran ini datang ke luar negeri dengan kemiskinan dan pulang tambah miskin, karena tidak alat alat atau cara apapun sekembalinya ke Indonesia dengan skill yang membuatnya bisa meningkatkan derajat penghasilan keluarga.
“Pulang sampai di airport masih dipalakin lagi hingga Rp 700 ribu. Transportasi dari bandara juga diatur travel abal-abal yang memintanya tidak ketulungan. Kalaupun dia punya dolar masih disuruh menukar di money changer yang harganya ditentukan mereka,” paparnya.Padahal, tambahnya, kemiskinan kalau mau dientaskan cuma satu masalahnya, “Kenapa tidak langsung (menyalurkan zakat) sama NU, sama Muslimat NU atau Fatayat. Ini lebih konkret karena lebih tahu dimana orang miskin yang harus dientaskan.”
Karena itulah Lazisnu mengajak Muslimat NU untuk lebih mengoptimalkan zakat, infak dan sedekah terutama di internal NU dengan menggandeng Muslimat NU.
“Saya melihat kekuatan luar biasa yang dimiliki Bu Khofifah yang bisa men-direct dari atas sampai bawah. “Kekuatan ini kalau dimobilisir dengan baik, saya yakin Muslimat NU akan menjadi pengumpul zakat dan infak terbesar di Indonesia,” katanya.
Dia mengandaikan Muslimat NU yang beranggota sekitar 30 juta orang dalam sehari mengumpulkan 1.000 rupiah saja secara konsisten, maka akan terkumpul Rp 30 miliar.
“Dompet dhuafa saja sebulan mengumpulkan Rp 300 miliar, itupun dengan CSR yang sudah dibangun sejak 1994 ditambah pengumpulan zakat yang sudah mempunyai member tetap sekitar 300 ribu orang lebih. Jadi ini tantangan kita,” katanya