nupringsewu.or.id
Lampung Timur, Meski di tengah pandemi covid-19, para santri Pondok Pesantren Tri Bhakti At Taqwa Ramapuja Raman Utara Lampung timur bersama warga setempat merayakan tradisi Kupatan di Masjid dengan suka cita.
Dengan tetap menerapkan protokol phisycal distancing santri dan warga kompak merayakan tradisi warisan Wali Songo ini dengan membawa aneka makanan khas nusantara seperti opor ayam, sayur lodeh dan tidak lupa kupat atau ketupat.
Aneka makanan yang telah di letakkan di atas nampan, baskom juga tampah dengan di tutup daun pisang ini nantinya akan disantap bersama-sama oleh seluruh jamaah yang hadir.
Tepat pukul 07.00 pagi, Ahad,31 Mei 2020 bertepatan 8 Syawwal 1441 Hijriyah, jamaah tidak terlalu memadati ruangan masjid. Situasi pandemi ini rupanya telah mempengaruhi intensitas warga untuk sekedar sholat berjamaah, hingga tradisi kupatan saat inipun kurang begitu meriah dibanding tahun sebelumnya.
Seperti diketahui Kupatan merupakan tradisi yang dicontohkan oleh sunan Kalijaga. Masyarakat jawa memaknai Ketupat atau kupat dengan arti ‘ngaku lepat’, mengakui kesalahan. Sehingga saat hari raya Idul Fitri masyarakat Indonesia umumnya mengekspresikan hubungan sosialnya dengan saling mengakui kesalahan lalu saling memaafkan. Kemudian ketupat ini disajikan di rumah-rumah untuk menyambut para tamu yang bersilaturahmi.
Ketupat, oleh Sunan Kalijaga dijadikan media dakwah. Bungkusnya terbuat dari janur kuning mengandung pesan sebagai tolak bala. Bentuknya yang segi empat melambangkan nafsu duniawi yang harus di kendalikan yaitu nafsu amarah, nafsu hewani(makan dan birahi), nafsu memiliki dan nafsu memaksakan diri. Keempat nafsu ini telah di taklukkan saat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan.
Pada ketupat, anyamanya menggambarkan silang sengkarut dan kesalahan yang mungkin terjadi dalam hidup bermasyarakat. Sedang warna putih pada beras melambangkan kesucian karena saling memaafkan dan perlambang kemakmuran
Pengasuh Pondok Pesantren Tri Bhakti At Taqwa, KH.Kholiq Amrulloh Adnan menjelaskan bahwa Kupatan tidak sekedar makan-makan dan kumpul-kumpul saja, di dalam tradisi ini terkandung nilai-nilai ubudiyah hablum minallah (beribadah kepada Allah) sekaligus hablum minan naas (silaturahmi)
“Jadi setelah jamaah kumpul di masjid, kita laksanakan sholat hajat dan sholat tasbih terlebih dulu”Katanya.
Setelah melaksanakan kedua sholat sunah tersebut, kiai Kholiq kemudian memimpin doa bersama yang bertujuan ungkapan syukur atas segala nikmat Allah swt yang telah dianugerahkan, serta memohon agar dijauhkan dari segala bentuk mara bahaya dan bencana.
Tak berselang lama usai doa dipanjatkan, dengan tetap jaga jarak, jamaah membentuk posisi duduk melingkar. Masing-masing jamaah di hadapanya telah disediakan selembar daun pisang. Aneka makanan yang tersedia tadi kemudian oleh beberapa santri di bagi rata di atas daun tersebut.
“Alhamdulillah, kupatan ini semoga menjadi pelipur lara di tengah pandemi corona. Sayur lauk diublek dadi siji, sak onone..(makan sayur lauk pauk dicampur jadi satu, seadanya-red)”Harapnya.
Walaupun dalam masa keprihatinan akibat wabah corona, warga dan santri tidak melunturkan nilai2 kearifan lokal dengan tetap melaksanakan tradisi Kupatan yang biasa disebut Lebaran kecil ini. Karena bagi mereka keindahan kebersamaan dan saling memaafkan adalah ikhtiyar sebenar menuju derajat “kembali fitri”.
Pewarta :Fathurahman
Editor : Malik Fajar