JIKA berbicara tentang NU di Kabupaten Pringsewu Lampung tidak akan lepas dari sosok murah senyum dan energik, seorang Hafidz Qur’an KH. Sujadi Saddad, M.Pd.I yang juga menjadi Bupati Pertama Kabupaten Pringsewu yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung. Tak heran, karena setelah hijrah dari tanah kelahirannya Kabupaten Temanggung Jawa Tengah ke Pringsewu pada 1987, Abah Sujadi begitu biasa ia dipanggil, sudah aktif berorganisasi mulai dari GP Ansor kemudian diteruskan di Jamiyyah Nahdlatul Ulama.
Bakat dan kecintaannya dalam berorganisasi sudah dimilikinya sejak Ia aktif sebagai anggota pramuka pada Gudep SD Bantir. Ia masih ingat saat itu pernah menjadi Juara memasak pada Perkemahan Pramuka Tingkat Kecamatan Candiroto tahun 1971. Keaktifan di Organisasi dilanjutkannya ketika Ia menjadi Santri di Pondok Pesantren Al Asyariyyah Kalibeber Wonosobo. Semasa itu, Ia pernah dipercaya sebagai bagian keamanan pondok, kemudian menjadi Bendahara dan terakhir menjadi Lurah Pondok. Selain didalam Pondok, Sujadi “muda” juga pernah menjadi Sekretaris Jamiyyatul Huffadz wa Dirosatul Quran yang menjadi Cikal bakal berdirinya Institut Ilmu Quran (IIQ) yang saat ini menjadi Universitas Sains Al Quran ( UNSIQ) Kalibeber Wonosobo Jawa Tengah.
Semasa di Lampung, Keaktifannya dalam berorganisasi, membuatnya pernah di percaya untuk menjadi Wakil Ketua GP Ansor Kabupaten Lampung Selatan – Kabupaten induk sebelum Tanggamus menjadi Daerah Otonomi Baru. Kepercayaan berlanjut diberikan kepadanya untuk menjadi Ketua PCNU Kabupaten Tanggamus hasil Konferensi Cabang Pertama pada 1998. Kiprah di NU dilanjutkan setelah pada 2009 Ia dipercaya untuk menjadi Mustasyar PCNU Tanggamus.
Pada saat yang bersamaan, ketika Pringsewu menjadi daerah otonom baru, Abah Sujadi juga dipilih sebagai Mustasyar PCNU Kabupaten Pringsewu. Setelah Kepengurusan PCNU Kabupaten Pringsewu periode Pertama berakhir dan digantikan periode 2014-2019, Ia juga masih dipercaya untuk menjadi Mustasyar sampai dengan sekarang.
Keaktifannya di NU ini juga merupakan salah satu komitmen hidupnya dalam rangka memberikan manfaat kepada orang lain sekaligus sebagai ladang amal dan beribadah. Dengan berpegang dan berkiprah di Jamiyyah NU, maka akan selalu bersentuhan dengan para alim ulama sehingga akan selalu terarah dalam menjalani amaliyah ibadah dan muamalah selama hidup didunia. “Lahir NU, hidup NU, mati juga NU ” itulah kalimat yang Ia pegang dan sering disampaikan kepada jamaah ketika mengisi pengajian diberbagai tempat. Ia mengingatkan kepada jamaah untuk memegang teguh agama Islam dengan bersama sama menghidupkan amaliyah ala ahlissunnah wal Jamaah melalui Jamiyyah Nahdlatul Ulama. “Kalau NU sudah tentu islam, kalau Islam belum tentu NU ” katanya.
Posisi di NU ini membuatnya banyak berhubungan dengan berbagai kalangan dan semakin sibuk berdakwah selain mengajar di Pesantrennya Nurul Ummah yang berada di Komplek Kediamannya di Desa Gemahripah Kecamatan Pagelaran. Pesantren yang Ia dirikan pada 1993 ini berdiri diatas tanah seluas 470 meter persegi yang tanahnya dibeli seharga 1,2 juta dibayar dengan sistem mencicil. Ia menempati tanah tersebut setelah Ia pindah dari tempat sebelumnya yaitu Perumahan Masjid Al Ishlah Pagelaran yang merupakan tempat tinggal pertama ketika pindah dari tanah Jawa.
Ya, Abah Sujadi mengawali kehidupan di Kabupaten Pringsewu menjadi pengurus Masjid, tukang Adzan, mengajar Ngaji sambil memenuhi kebutuhan ekonominya sebagai pedagang kelontongan dari Pasar ke Pasar. Ini dilakukannya karena ketakdziman dan hormatnya kepada KH. Muntaha yang merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Al Asyariyyah Kalibeber Wonosobo tempat Ia belajar Ilmu Ilmu Agama.
Pada suatu ketika, Sujadi “muda” di minta untuk hijrah ke Kabupaten Pringsewu – ketika itu masih wilayah Lampung Selatan – oleh KH. Muntaha dan mengurus Masjid Al Ishlah sesuai permintaan dari seorang Pengurus Masjid tersebut yaitu H. Iskandar. Di Masjid inilah Ia mengawali kegiatan organisasi dengan membentuk Risma ( Remaja Islam Masjid ) dengan berbagai kegiatan mulai dari pengajian remaja, Porseni dan mendirikan TK Islam. Kehadiran dan keaktifannya ini menjadikan Masjid Al Ishlah semarak dengan Syiar syiar Islam sehingga keberadaanya semakin diakui ditengah tengah Masyarakat.
Awal Kiprah Politik
Awal mula Abah Sujadi bersentuhan dengan dunia politik yaitu ketika Ia terpilih menjadi salah satu Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI mewakili Provinsi Lampung. Ia dilantik pada 1 Oktober 2004 bersama dengan 132 orang anggota yang merupakan perwakilan dari seluruh Provinsi di Indonesia.
Awal menjadi anggota DPD RI merupakan “paksaan” dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Provinsi Lampung yang menginginkan ada kader terbaik NU yang menempati posisi strategis tersebut. Dengan modal keyakinan dan dukungan moril serta materiil dari berbagai kalangan akhirnya ia maju dan terpilih menjadi Anggota DPD. Kiprahnya di DPD antara lain Anggota Panitia Adhoc III yang membidangi Pendidikan dan Agama, Ketua Tim khusus RUU Guru dan Dosen serta Ketua Tim khusus RUU Haji serta Anggota Tim Khusus OTSUS PAPUA.
Kiprah politiknya berlanjut ketika pada 2007 Ia dipercaya menjadi Wakil Bupati Tanggamus. Proses Abah Sujadi menjadi wakil Bupati melalui proses yang tidak mudah dan suasana yang cukup dilematis. Hal ini dikarenakan pada saat diminta menjadi Calon Wakil Bupati, Ia masih menjabat sebagai Anggota DPD. Namun lagi lagi, karena Ia mendapat amanah dari PWNU Lampung maka Ia memutuskan untuk keputusan maju dan tidaknya ia menjadi Calon Wakil Bupati diserahkan kepada NU.
Akhirnya setelah melakukan kajian komprehensif dan mendapat restu dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Ia maju sebagai calon wakil Bupati berpasangan dengan Bambang Kurniawan melalui Partai PDI Perjuangan. Setelah proses pemilihan dan memenangkan hasil pemungutan suara, Pasangan ini dilantik pada 15 Februari 2008 sebagai Bupati dan Wakil Bupati Tanggamus periode 2008-2013.
Kondisi dilematis kembali harus dialami oleh Abah Sujadi ketika Ia di dorong oleh KBNU Pringsewu untuk menjadi Calon Bupati Pringsewu yang digelar pertama kalinya pada 2011. Awalnya ia menolak dengan alasan masih menjadi Wakil Bupati Tanggamus. Namun karena perintah dari sesepuh dan Tokoh Tokoh NU Pringsewu dan falsafah sebagai santri yang patuh terhadap para kyai ditambah niat Bali Deso Mbangun Deso maka Ia pun maju sebagai Calon Bupati Pringsewu berpasangan dengan Handitya Narapati pada Pilkada yang digelar pada September 2011. Setelah pesta demokrasi Pilkada pertama Kabupaten Pringsewu ini, Abah Sujadi terpilih menjadi Bupati pada 28 September 2011 berdasarkan SK Mendagri tanggal 22 November 2011.
Sekali Santri Tetap Santri
Sikap dan Prinsip seorang santri yang ia jalankan dalam kehidupannya telah membawanya dipercaya banyak orang untuk mengemban amanah di berbagai posisi politik yang strategis. Ditambah lagi keikhlasan dalam hidup serta khidmahnya di NU telah membawanya menjadi sosok pemimpin yang tawadhu, mengedepankan sopan santun dan hidup dengan sederhana.
Ia selalu menerapkan prinsip santri ini dalam seluruh jabatan yang Ia emban. Hidup mengalir bagai air namun tidak boleh hanyut ditelan banjir. Itulah komitmennya sehingga kebiasaan kebiasaan sebagai seorang santri tetap Ia lakukan selama kepemimpinannya. Ngajipun tidak pernah absen dari kegiatannya sehari hari. Ia tetap mengajar Tafsir Al Quran untuk warga masyarakat setiap malam Rabu di Kediamannya. Ia juga menjadi Inisiator dan Pengisi materi tetap pada kegiatan Ngaji Ahad Pagi yang dikenal dengan Jihad Pagi di Gedung NU yang rutin dilaksanakan setiap Hari Minggu.
Dalam Pemerintahan yang Ia nahkodaipun menerapkan sistem Ngaji dalam bentuk Test membaca Al Quran bagi Pejabat yang akan menduduki Posisi Pemerintahan di Kabupaten Pringsewu. Hal ini ditujukan untuk menanamkan ruh Religius dalam kehidupannya dan sekaligus sebagai sarana mohon keberkahan selama menjabat posisi tersebut.
Prinsip santri lainnya yang ia pegang teguh dalam kepemimpinanya adalah sebagaimana pesan yang diamanatkan oleh KH. Faqih Muntaha – Putera KH. Muntaha Almaghfurlah. Ia berpesan agar dalam memimpin selalu tetap dalam jalur sebagai pendakwah dengan tata krama Al Quran yang dihafalkan dan diamalkannya. ” Banyak orang pinter keblinger, orang bodoh dimanfaatkan orang lain. Makanya jadi Bupati tetaplah waspada. Harus mengerti ilmu manajemen dan kepemimpinan modern, ikuti aturan main dan teliti ” itulah pesan kyai Faqih kepadanya.
Selain itu falsafah lain yang dipakainya terkandung dalam sebuah lagu dolanan jawa yang sangat populer yaitu Gundhul Gundhul Pacul. ” Gundhul gundhul pacul cul, gembelengan. Nyunggi nyunggi wakul kul, gembelengan. Wakul ngglimpang segone dadi sak latar. Wakul ngglimpang segone dadi sak latar “.
Ia berkeyakinan menjadi pemimpin tidak boleh sombong dan arogan ketika membawa amanah yang dalam lagu tersebut digambarkan dengan wakul ( tempat nasi ). Sifat sombong akan menghilangkan kesejahteraan yang digambarkan dengan sego ( nasi ). Ketika mengemban amanah diiringi dengan arogansi maka kesejahteraan yang harusnya diwujudkan untuk masyarakat tidak akan dapat terwujud dan pada akhirnya masyarakatlah yang akan menderita.
Perilaku Santri Semakin Dicintai Istri
Hj. Nurrohmah sang Istri mengaku tertarik kepada Abah Sujadi karena kepribadian santri yang dimilikinya. Menurutnya, dihampir semua jenis pekerjaan khususnya ketika berada di rumah, Ayah 4 orang anak hasil pernikahannya ini lebih suka melayani dari pada dilayani. Kebiasaan santri seperti mengambil makanan sendiri di dapur, makan dengan orang yang berada dirumah seperti sopir, pengawal pribadi dan para tamu yang datang sering nampak terlihat sehari hari.
“Gaya hidup dirumah seperti di Pesantren saja bahkan piring bekas makanannya sering dicuci sendiri ” Kata Nurrohmah.
Untuk masalah pekerjaan, Hj. Nurrohmah sangat memahami dan mendukung Abah Sujadi sebagai pelayan masyarakat. Sebagai pejabat publik tentunya intensitas pekerjaan diluar jam normal sangat tinggi. Oleh karena itu Ia menyadari dan memberikan kebebasan kepada sang suami yang terkenal dekat dengan warganya pergi kemana saja dalam rangka melaksanakan tugas.
“Abah itu suka turun langsung menyapa masyarakat istilahnya blusukan. Dan merekapun merasa senang dan dihargai jika Bupati menyapa mereka secara langsung,” katanya.
Dalam melayani orang banyak, tentunya tugas suaminya sangat komplek karena berhadapan dengan berbagai macam karakter, keinginan, permintaan dari kalangan masyarakat. Untuk itu Hj. Nurrohmah selalu memberikan dukungan moril kepada suaminya untuk terus kuat berkiprah menjalankan amanah.
“Namanya juga melayani orang banyak. Pasti ada yang suka dan ada yang tidak suka. Tapi yang penting semuanya dilakukan dengan kemampuan yang terbaik dalam rangka beribadah kepada Allah SWT,” tambahnya.
RIWAYAT HIDUP
1960
Hi. Sujadi Saddat, lahir di Bantir, Temanggung, Jawa Tengah pada tanggal 10 Juni
1967-1973
Hi. Sujadi bersekolah di SDN 03 Bantir, Kecamatan. Candiroto Temanggung, Jawa Tengah.
1973-1977
Hi. Sujadi kemudian melanjutkan pendidikannya di MTs Negeri Gadingrejo, Temanggung, Jawa Tengah
1978-1981
Selanjutnya, Hi. Sujadi melanjutkan pendidikannya di MAN Kalibeber, Wonosobo, Jawa Tengah
1980-2014
– Dalam riwayat organisasinya, Hi. Sujadi pernah menjabat sebagai Sekretariat Pondok Pesantren Al- Asy’ariyah Kalibeber wonosobo (1980 – 1987),
– Setelah itu, menjabat sebagai Wakil Ketua PC. GP Ansor Lampung selatan (1988 – 1998),
– Ketua MUI Kecamatan Pagelaran (2001 – 2003),
– Ketua PC NU Kabupaten Tanggamus pada tahun 1998 – 2009,
– Dan kemudian sebagai Mustasyar PC NU Kabupaten Pringsewu (2009 – 2014).
1982-2016
– Dalam Riwayat pekerjaannya, Sujadi pernah mengajar sebagai Guru MI Ma’arif Kalibeber (1982-1986),
– Mengajar di SMP dan SMA Muhammadiyah Pagelaran (1989-1990)
– Berdagang (1990-2003),
– Sebagai Wakil Kepala sekolah Madrasah MA Nurul Ummah Pagelaran (1990-1994),
– Menjadi Anggota DPD/MPR RI Periode (2004-2009),
– Menjabat sebagai Wakil Bupati Tanggamus (2008-2011),
– Dan Kemudian menjadi Bupati Pringsewu pada tahun 2011 hingga 2016
2017
Terpilih kembali menjadi Bupati Kabupaten Pringsewu Periode ke-2 (2017-2022)