Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj menegaskan, Indonesia bukanlah negara yang berlandaskan kepada aturan kelompok tertentu.
“Indonesia bukan negara Islam, bukan negara Kristen, bukan negara Katolik, bukan negara Hindu, bukan negara Buddha, bukan negara Konghucu,” katanya pada Istigotsah Untuk Jakarta Damai yang digagas PBNU di Jakarta, Jumat (7/4) malam.
Menurutnya, Indonesia ada karena adanya warga negaranya yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. “Itulah Indonesia,” katanya.
Maka dari itu, Kiai Said melarang kepada siapa saja warga Indonesia untuk saling bermusuhan dengan alasan beda agama, budaya, dan suku.
“Tidak boleh bermusuhan berdasarkan beda agama, beda suku, beda partai, beda pilihan gubernur,” jelasnya disambut tawa peserta yang hadir.
Kemudian, ia mengatakan, baik pendukung Basuki Tjahaya Purnama maupun pendukung Anies Baswedan bisa damai dan akur.
“Saya yakin di sini ada yang Ahok dan ada yang Anies. Tapi akur kan?” gelitiknya.
Lebih jauh, ia mencontohkan praktik-praktik bernegara sebagaimana yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad ketika membangun Madinah.
Ia menilai, apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad adalah model bernegara yang ideal karena semua warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di bawah hukum. Meski mereka beda suku dan agama, selama memiliki visi, misi, dan tujuan bernegara yang sama maka tidak boleh ada permusuhan.
“Tidak boleh ada kebencian dan permusuhan, kecuali ada yang melanggar hukum,” tegasnya, “Kita ciptakan di Jakarta,” lanjutnya pada istighotsah yang dipimpin oleh Katib Syuriah KH Nurul Yaqin Ishaq. (nuonline/ind)