_Pertanyaan diatas, ditanyakan oleh masyarakat luas terutama apabila diprediksi bahwa Hari Raya baik Idul Fitri maupun Idul Adha jatuh di Hari Jum’at_ sebagaimana tahun ini 1439 H / 2018 M yang kemungkinan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal jatuh pada Hari Jum’at 15 Juni 2018 M (keputusan menunggu hasil sidang Itsbat Kemenag RI)
Ada beberapa gelintir orang yang berusaha memahami Quran dan Hadits _TANPA MELALUI ULAMA MADZHAB_ maupun _ULAMA SALAF_, sehingga menghasilkan pendapat2 yang cenderung ngawur dan bertentangan dengan kesepakatan ulama.
Tak sedikit dari teman2 kita yang mengambil Hadits Nabi Muhammad SAW kemudian koar2 bahwa JUM’ATAN itu tak wajib jika berbarengan dengan hari Raya.
Mereka biasanya mengambil dalil dari Hadits dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqom,
أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِى يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِى الْجُمُعَةِ فَقَالَ « مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيُصَلِّ ».
“Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah saw bertemu dengan dua ‘ied (hari Idul Fitri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jum’at) dalam satu hari?”. Zaid menjawab, “Iya”. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat ‘ied dan _memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jum’at_”, jawab Zaid lagi. Nabi saw bersabda, “Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan.” _(HR. Abu Daud no. 1070, An-Nasai no. 1592, dan Ibnu Majah no. 1310)_
Maka, berkali2 kami sampaikan bahwa membaca hadits, jangan hanya membaca satu hadits, _bacalah hadits-hadits yang berkaitan_ dan _pahamilah dengan menggunakan keterangan dari Ulama Hadits._
_Dari hadits diatas, timbul pertanyaan *siapakah yang diberi KERINGANAN oleh Nabi ?*Apakah semua orang atau hanya beberapa orang ? Apakah ada syarat2 tertentu_* ❓
Simak hadits dibawah ini :
قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ ثُمَّ شَهِدْتُ مَعَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَكَانَ ذَلِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، فَصَلَّى قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدِ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيهِ عِيدَانِ ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِى فَلْيَنْتَظِرْ ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ
“Abu ‘Ubaid berkata bahwa beliau pernah bersama ‘Utsman bin ‘Affan dan hari tersebut adalah hari Jum’at. Kemudian beliau shalat ‘ied sebelum khutbah. Lalu beliau berkhutbah dan berkata, “Wahai sekalian manusia. Sesungguhnya ini adalah hari di mana terkumpul dua hari raya (dua hari ‘ied). *Siapa saja orang ‘awaali (berdomisili ditempat yang jauh) yang ingin menunggu shalat Jum’at, maka silakan. Namun siapa saja yang ingin pulang, maka silakan dan telah kuizinkan.”* _(HR. Bukhari no. 5572)_
Langsung dijelaskan oleh “`Sahabat Utama Sayyidina Utsman bin Affan“` bahwa yang diberi keringanan untuk tidak melaksanakan Sholat Jumat oleh Nabi adalah *orang yang berdomisili sangat jauh dari Masjid Nabawi.*
*Tetapi, Nabi Muhammad beserta Ahlul Balad (orang2 yang berdomisili di sebuah daerah yang didalamnya diselenggarakan sholat Jum’at) tetap melaksanakan SHOLAT JUM’AT.*
قَدِ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ، فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ، وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ
Di hari ini ada dua hari raya. Siapa yang telah hadir shalat id, dia boleh tidak mengikuti Sholat Jum’at. *Tapi kami tetap menyelenggarakan sholat Jum’at.* _(HR. Abu Daud 1073, al-Hakim 1064, al-Baihaqi dalam al-Kubro)_
Simak penjelasan “`Imam Syafi’i“` dalam kitab beliau _Al Umm_ juz 1 hal 239
قال الشَّافِعِيُّ ) وإذا كان يَوْمُ الْفِطْرِ يوم الْجُمُعَةِ صلى الْإِمَامُ الْعِيدَ حين تَحِلُّ الصَّلَاةُ ثُمَّ أَذِنَ لِمَنْ حَضَرَهُ من غَيْرِ أَهْلِ الْمِصْرِ في أَنْ يَنْصَرِفُوا إنْ شاؤوا إلَى أَهْلِيهِمْ وَلَا يَعُودُونَ إلَى الْجُمُعَةِ وَالِاخْتِيَارُ لهم أَنْ يُقِيمُوا حتى يَجْمَعُوا
Imam Syafi’i berkata :
“Apabila Hari Idul Fitri (maupun Idul Adha) jatuh pada Hari Jum’at, maka bagi Imam (harus) menyelenggarakan sholat Id kemudian mengizinkan kepada *selain ahlul mishr* (penduduk kota) yang telah mengikuti sholat Id untuk memilih, apabila ia berkehendak untuk pulang dan tidak mengikuti Sholat Jum’at, maka diizinkan. Dan apabila mereka menghendaki untuk mengikuti sholat Jum’at, maka boleh bagi mereka untuk menunggu sampai masuknya Sholat Jum’at.
قال الشَّافِعِيُّ ) وَلَا يَجُوزُ هذا لِأَحَدٍ من أَهْلِ الْمِصْرِ أَنْ يُدْعَوْا أَنْ يَجْمَعُوا إلَّا من عُذْرٍ يَجُوزُ لهم بِهِ تَرْكُ الْجُمُعَةِ وَإِنْ كان يوم عِيدٍ
*Imam Syafi’i menekankan : KERINGANAN diatas TIDAK DIPERUNTUKKAN bagi siapapun dari ahlul mishr (penduduk kota/penduduk yang berdomisili di daerah yang didalamnya diselenggarakan Sholat Jum’at). Maka bagi mereka tetap wajib untuk melaksanakan Sholat Jum’at meskipun berbarengan dengan hari Raya Ied kecuali yang memiliki udzur untuk tidak melaksanakan sholat Jum’at (sakit, musafir, dll)*
Lebih jauh, simak penjelasan “`Imam Nawawi“` (penulis Syarah Hadits Shohih Muslim) dalam kitab _Muhadzdzab_ juz I hal. 109
وَإِنِ اتَفَقَ يَوْمُ عِيْدٍ وَيَوْمُ جُمْعَةٍ فَحَضَرَ أَهْلُ السَّوَادِ فَصَلَّوْا الْعِيْدَ جَازَ أَنْ يَنْصَرِفُوْا وَيَتْرُكُوْا الْجُمْعَةَ لِمَا رُوِيَ عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ فِيْ خُطْبَتِهَ: “أَيُّهَا النَّاسُ قَدِ اجْتَمَعَ عِيْدَانِ فِيْ يَوْمِكُمْ هَذَا فَمَنْ أَرَادَ مِنْ أَهْلِ الْعَالِيَةِ أَنْ يُصَلِّيَ مَعَنَا الْجُمْعَةَ فَلْيُصَلِّ وَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَرِفَ فَلْيَنْصَرِفْ” وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِ أَحَدٌ (قَوْلُهُ السَّوَاد) هُمْ أَهْلُ الْقُرَى وَالْمَزَارِعِ حَوْلَ الْمَدِيْنَةِ الْكَبِيْرَةِ (قَوْلُهُ أَهْلِ الْعَالِيَةِ) قَالَ الْجَوْهَرِيْ: الْعَالِيَةُ مَا فَوْقَ نَجْدٍ إِلَى أَرْضِ تِهَامَةَ وَإِلَى وَرَاءِ مَكَّةَ وَهُوَ الْحِجَازُ وَمَا وَالاَهَا. (قَالَ الشَّافِعِيُّ) وَلاَ يَجُوْزُ هَذَا لأَحَدٍ مَنْ أَهْلِ الْمِصْرِ أَنْ يَدَعُوْا أَنْ يَجْتَمِعُوْا إِلاَّ مِنْ عُذْرٍ يَجُوْزُ لَهُمْ بِهِ تَرْكُ الْجُمْعَةِ وَإِنْ كَانَ يَوْمَ عِيْدٍ. اهـ
“Apabila hari raya betepatan dengan hari Jum’at, maka penduduk yang berdomisili di tempat yang jauh dari tempat shalat id yang telah hadir untuk melaksanakan shalat id boleh kembali ke domisilinya, dan (diberi keringanan untuk) tidak mengikuti jum’atan. Diriwayatkan dari sayyidina Utsman ra beliau bekata dalam khutbahnya wahai manusia, pada hari ini terjadi dua hari raya, maka barang siapa di antara penduduk kampung yang jauh dari tempat shalat id ini menghendaki ikut shalat Jum’at, silahkan dan barang siapa yang pulang ke kampungnya silahkan ia pulang. Terhadap kata sayyidina Utsman ini tidak ada satupun sahabat yang mengingkarinya.
🔰Kesimpulan :
*1. Bagi takmir Masjid, tetap WAJIB menyelenggarakan Sholat Jumat*
*2. Bagi yang mendapatkan keringanan tidak melaksanakan sholat jumat, maka tetap wajib baginya untuk melaksanakan sholat Dzuhur.*
*3. Keringanan untuk tidak melaksanakan sholat Jumat itu diberikan _HANYA KEPADA_ orang yang berdomisili di sebuah tempat yang ditempat tersebut tidak diselenggarakan sholat Jumat (penduduk pedalaman) sehingga ia harus kekota untuk melaksanakan sholat Jumat. Dan keringanan tersebut dapat diambil hanya jika apabila ia datang ke kota untuk melaksanakan Sholat Id, kemudian ia kembali ke domisilinya dan diperkirakan ia akan terlambat apabila kembali lagi ke kota untuk melaksanakan sholat Jumat karena terlalu jauhnya tempat domisilinya dengan Masjid dikota yang menyelenggarakan Jum’atan.*
*4. Melihat kondisi sekarang, terutama masyarakat di Pulau Jawa yang sudah banyak daerah yang didalamnya terdapat masjid yang mendirikan sholat Jumat, maka KERINGANAN untuk tidak sholat jumat tersebut TIDAK BERLAKU, sehingga TETAP WAJIB untuk melaksanakan sholat Jum’at.*
*5. Sekedar informasi, Imam Bukhori dan Imam Muslim bermadzhab Syafi’i, jadi jangan sekali2 mencoba menabrakan Hadits dengan Fatwa Imam Syafi’i, karena justru Imam Syafi’i lah yang menjelaskan hadits.
Salam Idul Fitri + Jum’atan
Wallahu a’lam bis showab
Oleh: Buya Sony