Yordania, Saat melakukan kunjungan ke Yordania, Pengurus Lembaga Dakwah PBNU, KH Muhammad Nur Hayid berkesempatan berdiskusi langsung dengan Syekh Habib Oun Al Qoddumi Al Urduni yang merupakan salah satu ulama berpengaruh dari keturunan Rasulullah SAW.
“Alhamdulillah bisa ngaji langsung kepada Syekh Habib Oun Al Qoddumi Al Urduni. Ada banyak ilmu yang diberikan langsung oleh keturunan rasulullah ini,” kata Pria yang akrab disapa Gus Hayid saat dihubungi via telepon, Kamis (23/11).
Pada diskusi langsung menggunakan Bahasa Arab tanpa penerjemah tersebut, Gus Hayid menyampaikan beberapa poin penting yang disampaikan oleh Habib Oun Al Qoddumi Al Urduni diantaranya mengenai tidak ada riwayat satupun yang menjelaskan jidat rasulullah hitam sebagai atsarussujud.
“Artinya wajah Rasulullah tak ada titik hitamnya, meski beliau orang yang paling banyak sujudnya,” tegasnya.
Sementara untuk riwayat jenggot, Habib Oun Al Qoddumi Al Urduni menjelaskan bahwa memang banyak riwayat yang menjelaskannya. Dalam perawatannya, terkadang jenggot Rasul dibiarkan namun tetap dalam kondisi rapi pasti.
“Kadang dicukur tipis bahkan pernah cukur bersih,” katanya.
Untuk cara memakai surban lanjutnya, Nabi Muhammad terkadang memakainya dengan cara diselempangkan seperti orang Arab.
“Terkadang dibuat seperti udeng-udeng, dikombinasikan dengan peci, terkadang pakai kopiah saja dan terkadang tidak pakai apa-apa sama sekali. Jadi tidak boleh ada yang mengklaim pakai surbannya paling benar,” tegasnya.
Habib Oun Al Qoddumi Al Urduni juga menjelaskan bagaimana cara berpakaian dan warna pakaian yang dipakai Nabi Muhammad. Menurutnya pakaian Nabi tidak melulu warna hitam atau putih namun bervariasi.
“Warna warni terkadang merah, kuning sering hijau dan lebih sering putih,” terangnya seraya menjelaskan pula larangan isbal yang lebih disebabkan karena sombong.
Terkait dengan pakaian sarung, menurut Habib Oun Al Qoddumi Al Urduni sarung merupakan pakaian yang sangat sunnah. Ia menegaskan bahwa salah satu riwayat menyebutkan Rasulullah juga mengunakan sarung dan menyukainya untuk dipakai.
“Lihat sekarang, orang umroh dan haji saat berihram semua cara makainya seperti makai sarung dengan digulung-gulung. Itu tandanya bersarung sangat syar’i dan ihyaussunnah. Intinya kalau mau ikut Nabi, tidak akan ada yang sesempurna Rasulullah. Ikutilah semampu kita. Jangan pernah mengklaim paling ahli sunnah,” ujarnya.
Dari diskusi tersebut Gus Hayid menarik kesimpulan bahwa agama memberikan koridor yang tegas untuk urusan ibadah. Namun terkait muamalah seperti tata cara berpakaian dan berjenggot serta bersurban sudah berkaitan erat dengan budaya. (Muhammad Faizin).