Media sosial dalam sepekan terakhir diramaikan oleh meme yang membully seorang bernama Abu Janda alias Permadi Arya alias Abu Janda Al-Bollywudi. Nama yang terkahir itu merujuk pada kegemarannya pada film India.
Mengapa nama Abu Janda menjadi penghias media sosial? Tidak lain karena pernyataannya di media sosial baik dalam bentuk teks maupun video dinilai sangat kontroversial dan provokatif.
Lihatlah misalnya “konfliknyaa” dengan Gus Nur soal aksi Banser mencegah pengajiannya, juga aksi anak-anak GP Ansor/Banser terhadap pengajian Felix Siauw dengan memperalat polisi. Semuanya dapat ditelusuri di facebook, twitter maupun youtube. Lihatlah videonya di youtube dalam judul Full Video Kesaksian Pembubaran Pengajian Ust.Felix Siauw | Klarifikasi Abu Janda (full HD).
Terakhir dalam diskusi ILC Tv One tanggal 5 Desember 2012, Abu Janda menuduh aksi 212 dibajak dan ditunggani ormas terlarang yaitu Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan bendera HTI yang terlarang itu berkibar di arena aksi. Abu Janda juga menyebut bendera bertuliskan tauhid itu bukan bendera rasulullah.
Sayang sekali Abu Janda kalah data sehingga bertekuk lutut ketika Felix Siauw menyatakan telah 15 kali ke Topkapi Turki tidak menemukan bendera Rasulullah seperti yang ditunjukkan Abu Janda. Bendera itu menurut Felix adalah bendera Turki Utsmani.
Abu Janda grogi. Apalagi menyebut hadits tentang panji Rasulullah al roya dan al liwayang disebutkan 200 tahun setelah Nabi Wafat sehingga hadits itu tak bisa dipercaya. Keruan saja ia dihabisi Prof. Mahfud MD, lantaran Abu Janda tidak menguasai hadits tetapi bicara hadits.
Siapa Abu Janda?
Media sosial ada yang menyebut pemilik akun Seraffff di Kaskus ini adalah mantan muslim alias murtad dan mantan Kristen. Saat ini ia Ketua Komunitas Indonesian Reenactors. Di situ ia menyatakan “Saya gak percaya agama. Saya percaya Tuhan. I don’t believe in religion. I believe in God.” Ia mengaku sebagai pemikir bebas. Jika benar demikian berarti ia adalah adalah orang tidak beragama yang menyusup ke Banser NU untuk mengadu domba ummat beragama, dengan memafaatkan isu-isu terorisme, radikalisme, intoleransi dan khilafah.
Abu Janda juga mengaku sebagai warga NU. Foto terbarunya yang diunggah pada 8 April 2017 malahan berpose dengan Ketua PBNU, Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siradj. Selain sebagai warga NU tulen, Permadi Arya menjelaskan bahwa ia adalah penganut dan alumni pesantren Tarekat Nasabandiyah dan merupakan murid dari H. Teuku Muhammad Husin (ulama Aceh). Fotonya saat nyantri tahun 1999 pun ia unggah sebagai penguat.
Sebagai pendukung berat calon Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, fotonya dengan Ahok juga mudah dicari di media sosial. Minumannya apa juga dapat diketahui ketika ada foto keberadaannya di sebuah kafe. Menjelang Pilkada DKI Jakarta, ia juga pernah umroh. Video towafnya mengenakan baju sorjan ala Jogja lengkap dengan ikat kepalanya, tampak memandangi kamera.
Ada juga video yang menceritakan aksi persekusi terhadap Pendeta Agus karena hadir dalam acara ulang tahun Front Pembela islam (FPI). Pendeta Agus minta maaf ke kantor GP Ansor. Di situ ada Abu Janda dan Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas.
Proxy war
Abu Janda yang sebenarnya tetaplah misterius. Yang menarik adalah masih dalam video yang sama, di dalamnya ada Habib Rizik Syihab. Pendeta Agus dalam diskusi tahun 2015 itu mengingatkan peserta diskusi tentang bahaya Proxy War, yaitu perang yang kasat mata, yang oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo belum lama ini dikatakan sebagai perang yang sangat menakutkan.
Proxy war adalah perang ketika lawan menggunakan pihak ketiga sebagai pengganti berkelahi satu sama lain secara langsung. Pihak asing berkolaborasi dengan kelompok dalam negeri untuk memecah belah bangsa. Menutut Ketua Dewan pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) Megawati Soekarnoputri perang ini sedang berlangsung.
Soal proxy war yang dikhawatirkan Pendeta Agus pelakunya adalah orang yang non agama. Sekarang sudah ada gerakan yang menganggap agama itu tidak penting, yang penting adalah percaya pada tuhan. Paham ini sudah ada dan sedang berkembang dan bisa memicu benturan antara anak bangsa.
Peringatan Pendeta Agus ini membuka mata kita bahwa betapa kaum beragama perlu waspada, jangan-jangan musuh keberagamaan kita adalah saudara-saudara sebangsa, bukan orang lain. Karena itu pertemuan antara pendeta dengan Habib Riziq (yang difaslitasi KH Hasyim Muzadi), juga pertemuan lintas agama di kalangan PBNU menjadi penting dilakukan untuk sebuah kedamaian.
Jadi apa yang bisa kita pelajari dari fenomena sosial ini? Pertama adalah waspada terhadap gerakan yang suka melarang pengajian dengan dalih membela NKRI tapi sebenarnya tak tahu sejarah NKRI dan hanya provokasi semata. Kedua adalah memperbanyak silaturahmi meski beda agama, tabayun dan diskusi; Ketiga jangan mudah emosi dan terprovokasi ketika melihat dan membaca informasi di media sosial. Dengan begitu, kita terhindar dari usaha pemecah belah bangsa. Kata Jokowi: mikir-mikir…. Kata Alqur’an: afalaa tafakkaruun, apakah kamu tidak berfikir? Atau afala ta’qiluun, apakah kamu tidak berakal? (wallahu a’lam).
*)Syaefurrahman Al-banjary
Alumnus PP.Al Asy’ariyyah Kaliber Wonosobo
Foto: tribun